Rabu, 13 Maret 2013

Masalah Hak WNI Keturunan Tionghoa untuk Memiliki Tanah di Yogyakarta

1.     Surat Gubernur DIY No. K. 898/1/A/1975  boleh jadi adalah Instruksi Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada Seorang WNI Non Pribumi (“Instruksi”). Telah ada penelitian yang dilakukan oleh Hendras Budi Pamungkas (2006/2007) yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Instruksi Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Non Pribumi (diunduh dari pustaka-agraria.org). Pembahasan kami mengenai Instruksi 898/1975 pada poin ini dan pada bagian kesimpulan artikel ini merujuk pada hasil penelitian Hendras tersebut.
 
Pada prinsipnya, Instruksi 898/1975 mengatur pelayanan pertanahan yang berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai Instruksi 898/1975 tersebut, WNI keturunan Tionghoa di Kota Yogyakarta tidak dapat memiliki hak milik atas tanah. WNI keturunan Tionghoa di Kota Yogyakarta hanya diberi Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Guna Usaha. 
 
Suatu peraturan berlaku sampai ada peraturan baru yang menggantikan dan/atau membatalkan keberlakuannya. Jadi, sepanjang belum ada peraturan yang menggantikannya dan/atau membatalkan keberlakuannya, Instruksi 898/1975 tersebut masih berlaku.
 
Meski demikian, ada asas-asas hukum yang dapat mengesampingkan berlakunya Instruksi 898/1975 tersebut sebagian maupun keseluruhannya, karena adanya peraturan perundang-undangan lain yang berlaku kemudian atau yang kedudukannya lebih tinggi. Hal ini lebih jauh akan dijelaskan dalam poin 4.
 
2.     Apa saja yang harus dilakukan untuk bisa menjadi Warga Negara Indonesia sepenuhnya?
 
Untuk dapat menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), syarat-syarat permohonan pewarganegaraan negara Indonesia dapat dibaca dalam Pasal 9 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU Kewarganegaraan”)yang menyatakan bahwapermohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan-persyaratan yang dapat Anda simak dalam artikel WN Australia Ingin Punya Paspor Indonesia. 
 
 
Jika Anda sudah merupakan WNI tapi non-pribumi, Anda adalah WNI sepenuhnya. Mengenai siapa saja WNI itu, dapat dilihat pada Pasal 4 UU Kewarganegaraanyang menyebutkan, warga Negara Indonesia adalah:
a.      setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
c.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
d.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
e.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f.      anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i.       anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak belas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j.       anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k.      anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l.       anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m.    anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
 
Jadi, jika Anda termasuk salah satu dari yang disebutkan di atas, Anda adalah WNI sepenuhnya.
 
 
Hak sebagai WNI juga dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat (1) bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sehingga, tidak boleh ada diskriminasi, karena kedudukan setiap warga negara adalah sama.
 
Pula ditegaskan dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
 
Terkait dengan kepemilikan tanah, kita merujuk pada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”).Dalam Pasal 9 UUPA disebutkan:
 
I.   Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
II. Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
 
Ditegaskan pula dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA bahwa, hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
 
Sesuai ketentuan-ketentuan tersebut di atas, jika memang Anda adalah WNI, Anda berhak memiliki hak milik atas tanah di Yogyakarta.
 
4.     Mana yang lebih tinggi, Instruksi ataukah beberapa undang-undang yang telah disebutkan dalam poin 3?
 
Berdasarkan asas lex superior derogat legi inferiori, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan/mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, maka sesuai hierarki peraturan perundang-undangan, tentu kedudukan Undang-undang lebih tinggi dari Instruksi Kepala Daerah.
 
Hierarki peraturan perundang-undangan ini juga dapat kita lihat dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”):
(1)   Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.     Peraturan Pemerintah;
e.     Peraturan Presiden;
f.      Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 
Lebih jauh, disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
 
Jadi, kedudukan undang-undang adalah lebih tinggi dari pada kedudukan Instruksi Gubernur/Kepala Daerah.
 
Sesuai uraian di atas, seharusnya seorang WNI dapat memiliki hak milik atas tanah, tanpa memandang asal usul suku dan rasnya. Meski, disadari, dalam praktiknya dimungkinkan adanya perbedaan dalam penerapan hukumnya.
 
Dalam penelitiannya, Hendras menarik kesimpulan antara lain bahwa kebijakan pertanahan yang diambil oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta setelah keluarnya UU Kewarganegaraan, mengenai pelayanan pertanahan masih mengacu pada Instruksi 898/1975.Praktik ini tetap terjadi meskipun implementasi Instruksi 898/1975 jika ditinjau dari tata urutan peraturan perundang-undangan, asas preferensi hukum dan perkembangan hukum seharusnya sudah tidak relevan lagi dan bertendensi diskriminatif.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar